Bashirah (Kekuatan Mata Hati)
…………….
“Bahkan manusia sangat tajam melihat dirinya sendiri, walaupun ia melontarkan berbagai alasannya” (QS.AI-Qiyamah:14).
Para penganut Al-Qur’an tak ragu sedikitpun akan kesempurnaannya. la
cahaya terang dan jalan lurus yang mengantar kepada keselamatan dunia
dan kebahagiaan akhirat. la bashirah yang begitu jernih, tajam dan
akurat mewartakan keadaan yang sesungguhnya, kemenangan yang terbentang
dan bahaya yang mengancam, dengan segala syarat, sebab dan penawarnya.
la memuat sejarah lampau, gambaran depan dan keadaan sekarang.
Namun apa yang didapat orang yang menutup rapat-rapat matanya sendiri,
dari cahaya terang di sekitarnya? Terik mentari ditingkahi ribuan lampu
sorot, tak menyelamatkannya dari terjerembab ke pelimbahan. Sebaliknya,
lihatlah tuna netra yang berjalan di gelap malam, dapat selamat dan
beroleh rizki mereka.
Allah Maha Adil, yang mengangkat sebagian orang dengan kekurangan
fisiknya dan menjatuhkan lainnya walaupun berjasad sempurna. Tak ada
makna kajian tema apa pun dalam kitab suci, sementara hati pengajinya
berjelaga. Ada tikus mati dalam kandang, ada orang kehilangan tongkat
dua kali atau terpagut ular dua kali di liang yang sama. Atau
singa-singa mati lapar di padang dan daging pelanduk dilahap serigala.
Ada budak tidur di tilam sutera, ada bangsawan berbaring di hamparan
tanah.
Bila Nurani Bergetar
Berbahagialah pejuang yang tak mengkorupsi kemenangan masa depannya,
walaupun hanya dengan sekedar rintih sesal didera lelah. Atau menumpang
popularitas dengan nikmat tanpa rasa malu kepada-Nya. Mereka yang
berhati nurani tak lagi melampirkan kesedihan, kesusahan, dan kelelahan
kedalam neraca laba-rugi. Hati nurani mereka selalu hidup dan berbinar.
Begitulah kiranya ketika Alkhalil Ibrahim AS meminta agar nabi yang
dibangkitkan kelak dari keturunan Ismail AS, bertugas “….membacakan
kepada mereka ayat-ayat-Mu, mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah dan
menyucikan mereka..” (QS. AI-Baqarah:129), Allah mengijabah do’anya.
Namun Ia menginginkan langkah kedua sesudah membacakan ayat-ayat-Nya dan
sebelum mengajarkan Kitab dan Hikmah, satu kata kunci bagi keberhasilan
da’wah ini, yaitu ‘menyucikan mereka‘ (QS. Al-Baqarah:151, Ali
Imran:164, Al Jumu’ah:2).
Nurani yang hidup mampu menjembatani perbedaan dan meredam perpecahan.
“Ulama akhirat tak saling berbenturan, karena akhirat sangatlah luas.
Ulama dunia selalu bertikai dan bermusuhan karena dunia terlalu sempit
untuk mereka perebutkan.” (Imam Ghazali).
Allah menyebutkan perumpamaan ulama buruk (suu‘) yang berhati nurani
mati, seperti Bal’am sebagai anjing, yang bila dihalau menjulur dan bila
didiamkan tetap menjulur (QS. Al –A’raf: 176). Anjing akan lari
mengejar tulang dengan sedikit daging segar. Dan tak akan tertegun
memandangi perhiasan di tangan pelempar seharga 1 milyar. Dan ketika
melewati telaga, sang anjing segera menerkam bayangan dirinya, karena
mengira ada anjing lain yang menggigit tulang. la ingin menguasai semua
tulang. Alangkah rakusnya!
siapa yang telah rasakan dunia
aku pun telah mengenyamnya
telah digiring kepadaku pahitgetirnya
aku tak melihatnya selain bangkai yang membusuk
dikepung anjing-anjing dengan hanya satu semangat: cabik dan tarik!
Seorang imam sangat kecut dan malu ketika ada orang datang meminta
sesuatu. “Oh, dosa apa yang kuperbuat, mestinya aku sudah menangkap
hajatnya sebelum ia menyatakan permintaannya“. Tidakkah panitia zakat
merasa tersindir ketika melihat kemiskinan hanya dari wajah pengemis
profesional yang kerap menimbun harta melebihi keperluan. Al-Qur’an
telah melekatkan sifat ‘jahil’ bagi mereka yang mengira para mujahid
yang menjaga air wajahnya dengan menutup rapat-rapat penderitaan dan
kemiskinan mereka, sebagai orang kaya. Sebaliknya sifat Rasul SAW
disebutkan sebagai ma’rifah (kenal), karena dengan kejernihan bashirah
mampu menangkap hakikat.
Karena itulah mereka mendapatkan jaminan baik bagi kehidupan kelak;
“Beruntunglah orang yang tersibukkan oleh aib dirinya dari kesibukan
mempersoalkan aib orang lain. la infakkan yang berlebih dari hartanya
dan menahan yang berlebih dari perkataannya“
Kemiskinan dan kesenangan tak masuk agenda fikiran para perempuan
generasi Salaf yang melepas keberangkatan para suami. “Hati-hati
terhadap harta yang haram. Kami tahan terhadap kemiskinan tetapi takkan
tahan terhadap neraka,” begitu pesan mereka.
Di depan iring-iringan yang membawa Imam Ahmad bin Hambal ke penyidangan
yang zalim, menghadanglah seorang perempuan. “Wahai Imam, kami
perempuan-perempuan yang bekerja menenun. Hari-hari ini serdadu sultan
meningkatkan perondaan sepanjang malam dengan obor-obor mereka. Karena
kami bekerja dibawah pancaran cahaya obor serdadu sultan zalim itu, maka
hasil tenunan kami di atas atap rumah menjadi lebih baik dan kami
mendapat keuntungan tambahan. Halalkah kami memakan kelebihan untung
itu?“. Demikianlah radiasi bashirah Imam yang tak kenal kompromi dengan
kebathilan, merasuki hati nurani rakyat yang menjadi begitu sensitif.
Kematian Hati Nurani
Berapa banyak orang menguasai teori ilmu serta dikenal dan dihormati
sebagai ilmuwan dan ulama, namun kehilangan potensi hati nurani.
Bashirahnya tertutup limbah dunia, membuat cahayanya tak tembus
menerangi jalan. Para koruptor yang memiskinkan rakyat dan menguras
kekayaan bangsa untuk kepentingan diri sendiri adalah para
pengkhianatyang mati rasa. Mereka yang memproduk siaran cabul,
menyiarkan kebebasan seks, membuka rumah bordil, memproduksi dan
mengedarkan tuak, candu dan madat adalah makhluk yang padam hati nurani.
Kehidupan fisik tak mampu mengimbangi busuk akhlaq mereka yang membuat
tak nyaman lingkungan. Tak ada orang yang kerasan berlama–lama dekat
mereka. Hidup menebar bau busuk dan mati menuai amal busuk.
Mereka yang keruh nurani, selalu melihat dengan angan-angan panjang.
“Seakan kematian hanya berlaku atas orang lain“. Sejauh ini dosa dan
kemaksiatan merupakan pembunuh utama hati nurani. Hati menjadi keras
membatu, watak menjadi beku dan hati menyempit. Ayat-ayat suci tak
membekas di hati, kematian tak menghasilkan ibrah, luapan syahwat dunia
semakin tak terkendali, wajah menggelap memantulkan kelam hati, hilang
semangat beramal dan lenyap kelezatan dzikir.
Lihatlah para penjual ayat yang dengan ringan berfatwa bathil demi
kekayaan diri. Do’a yang mereka bunyikan memang benar hanya bunyi. Dan
bila ada kader muslim yang merasa, inilah zaman keterbukaan, lalu
membumi hanguskan tradisi dakwah yang baik, mereka telah membunyikan
lonceng kematian bagi hati nuraninya. Bila berpolitik, mereka hanya tahu
intrik. Tak ada rasa malu merebut posisi, dengan berhias khayalan
syaithani. Akulah Yusuf yang credible dan expert. Padahal begitu jauh
jurang memisah, mana Yusuf, mana pemimpi di terik mentari. Golongan ini
tak kenal mihwar tak kenal era, baginya semua adalah era naf’i dan
mihwar maslahi (era mengambil keuntungan dan fase mengambil maslahat).
Orang-orang seperti itu harus kerap diajak menurunkan jenazah ke liang
lahat, melepas kerabat di akhir nafas, atau berbiduk di lautan dengan
gelombang yang ganas. Bila tak mempan, takbirkan empat kali bagi
kematian hati nuraninya
Tulisan Ustad Rahmat Abdullah
Sumber : iinparlina.wordpress.com
ikut menyimak gan
ReplyDeletemksh gan infonya
ReplyDeletesukses selalu gan untuk blognya
ReplyDeleteartikelnya sangat bermanfaat
ReplyDelete